Peran Pendamping Desa Dalam Pembangunan Desa
Pembangunan Desa |
Pembangunan pedesaan merupakan
bagian yang tidak bisa dipisahkan dari pembangunan nasional. Pembangunan pedesaan adalah usaha meningkatkan
kualitas sumberdaya manusia pedesaan dan masyarakat secara keseluruhan yang dilakukan
secara berkelanjutan berdasarkan pada potensi dan kemampuan desa. Dalam
pelaksanaannya, pembangunan pedesaan mengacu pada pencapaian tujuan pembangunan
yaitu mewujudkan kehidupan masyarakat pedesaan yang mandiri, maju, sejahtera,
dan berkeadilan[1].
Lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa (UU Desa) telah membuka era baru dalam sistem pembangunan di
Indonesia terutama di pedesaan. Desa yang dimasa lalu lebih banyak menjadi
objek kebijakan dan pelaksanaan pembangunan, kini memiliki kewenangan dan
kesempatan untuk merumuskan kebijakan dan melaksanakan pembangunannya sendiri. Ini
artinya bahwa, UU Desa memberikan kesempatan kepada desa untuk bisa meningkatkan
kesejahteraan masyarakatnya sendiri.
UU Desa menerangkan bahwa
pembangunan desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk
kesejahteraan masyarakat desa[2].
Pembangunan desa bertujuan untuk mewujudkan
efektifitas penyelenggaraan pemerintah desa, peningkatan kesejahteraan
masyarakat desa, peningkatan kualitas pelayanan publik, dan meningkatkan daya
saing desa[3].
UU Desa memberikan tanggung jawab
yang besar terhadap pemerintahan desa. Di dalam UU No. 6 Tahun 2014 tersebut,
pemerintah desa diberikan kewenangan untuk mengurus tata pemerintahan dan
pelaksanaan pembangunan secara mandiri, meningkatkan kesejahteraan dan kualitas
hidup masyarakat desa. Di samping itu, pemerintah desa diharapkan secara
mandiri mengelola pemerintahan dan berbagai sumber daya yang dimilikinya,
termasuk di dalamnya pengelolaan keuangan dan kekayaan milik desa.
Melihat besarnya
kewenangan desa seperti
yang diamanatkan oleh UU Desa, maka diperlukan adanya pendampingan desa
sebagaimana juga telah diatur dalam UU Desa mengenai pendampingan desa. Lebih
lanjut juga diatur dalam peraturan pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang
perubahan atas peraturan pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang peraturan
pelaksanaan UU Desa, mengatur bahwa penyelenggaraan pemberdayaan masyarakat
desa dilakukan melalui pendampingan secara berjenjang. Pendampingan tersebut
merupakan tanggung jawab daerah, namun dapat dibantu oleh tenaga pendamping profesional,
pemberdayaan masyarakat desa dan/atau pihak ketiga[4].
Pendamping desa dibentuk
guna menyelenggarakan urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat desa
setempat. Peraturan Menteri Desa Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pendamping Desa menyatakan
bahwa pendamping desa bertugas mendampingi desa dalam penyelenggaraan pembangunan
desa dan pemberdayaan masyarakat desa. Pendamping
desa memiliki ruang strategis dalam misi pembangunan desa setelah lahirnya UU
Desa. Keberadaan pendamping desa, harus mampu bergerak cepat dalam membangun strategi menuntaskan
kemiskinan dan mengurangi kesenjangan sosial, tentu sasarannya adalah
pembangunan fisik, dan sarana prasarana desa dengan tujuan membuka seluas-luasnya
pembanguan desa.
Pendamping Desa adalah
sebuah jabatan dibawah Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi
Indonesia yang pembentukannya berdasarkan Undang-Undang Desa dan bertugas untuk
meningkatkan keberdayaan masyarakat di sebuah Desa[5]. Pendamping Desa sebagaimana disebutkan dalam
Permendesa Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pendampingan Desa[6].
Didalam pasal 4 sampai 10 menyebutkan bahwa pendampingan Desa dilaksanakan oleh
pendamping yang terdiri dari: Tenaga Pendamping Profesional, Kader Pemberdayaan
Masyarakat Desa, Dan Pihak Ketiga. Di dalam pasal tersebut juga diuraikan bahwa
Tenaga Pendamping Profesional terdiri atas:
1.
Pendamping
Desa (PD) yang berkedudukan ditingkat kecamatan
2.
Pendamping
Teknik yang berada di tingkat Kabupaten
3.
Tenaga Ahli
yang berada di tingkat Provinsi atau pusat.
Untuk membantu kerja
Pendamping Desa yang berkedudukan di tingkat Kecamatan, maka dianggap perlu
adanya Pendamping Lokal Desa (PLD) yang berkedudukan langsung di Desa. Maka
diterbitkanlah payung hukum yang lebih tinggi dari Permendesa Nomor 3 Tahun
2015, yaitu PP 47 tahun 2015 tentang perubahan atas PP 43 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. Dari PP 47 tahun
2015, pada pasal 129 telah menambahkan Pendamping Lokal Desa termasuk bagian
dari tenaga Pendamping Profesional (Pendamping Desa)[7].
Perbedaan mendasar model pendampingan setelah ditetapkannya UU Desa
adalah adanya tuntutan terhadap para pendamping desa untuk melakukan
transformasi sosial dengan mengubah secara mendasar pendekatan kontrol dan
mobilisasi pemerintah terhadap desa menjadi pendekatan pemberdayaan masyarakat
desa. Masyarakat desa dan pemerintah desa sebagai satu kesatuan self
governing community diharapkan mampu hadir sebagai komunitas mandiri.
[1] Rahardjo Adisasmita, Membangun Desa Partisipatif,
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006), hlm. 3
[2] Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 Tentang Desa
[3] Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 Tentang Desa Pasal 7 ayat 3
Penataan Desa
[4] Konsideran
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksana UU No. 6
Tahun 2014 tentang desa
[5] Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015
[6] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2015
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa
[7] Roni Budi Sulistyo, Nurahman Joko Wiryanu. Dkk, Materi Pratugas Pendamping Desa, Implementasi Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa, (Jakarta Selatan : Kementerian Desa, PDTT Republik Indonesia, 2017), h. 41
Post a Comment for "Peran Pendamping Desa Dalam Pembangunan Desa"